Riba, Keuangan dan Bunga Bank
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Bank dan Lembaga Keuangan
Dosen Pengampu
: Farida Rohmah, S.Pd., M.Sc.
Disusun Oleh :
1.
M. Ali Fatkhur Rohman (1520210220)
2.
Dewi Yulianti (1520210236)
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI
EKONOMI SYARI’AH/ES-F
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Praktik pelaksanaan perbankan sebenarnya sudah dikenalkurang lebih
2500 SM di Mesir Kuno dan Yunani kemudian dikembangkan oleh bangsa Romawi.
Sedangkan perbankan modern berkembang di Italia pada abad pertengahan yang
dikuasai oleh beberapa keluarga untuk membiayai
perdagangan wol. Selanjutnya perbankan berkembang pesat pada abad ke-18 dan
abad ke-19 dibeberapa negara di seluruh dunia.
Kegiatan perbankan selalu dikaitkan dengan masalah uang dan
bunga. Dunia perbankan dengan sistem perbankan dengan sistem bunga kelihatannya
semakin mapan dalam perekonomian modern, sehingga hampir tidak mungkin
menghindarinya, apalagi menghilangkannya. Padahal bank pada saat ini merupakan
kekuatan ekonomi masyarakat modern, terutama di negara-negara Barat.
Sedangkan dalam Islam, bunga bank dikenal dengan istilah riba.
Islam tidak mengakui sistem perbankan modern dalam arti praktis, sehingga
terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang bunga bank. Beda pandangan
dalam menilai persoalan bunga bank akan memunculkan kesimpulan-kesimpulan yang
berbeda pula dalam hal halal haramnya dan boleh tidaknya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian riba dan bagaimana
hukumnya?
2.
Apa ragam riba?
3.
Apa pengertian uang?
4.
Bagaimana sumber-sumber dana bank?
5.
Bagaimana pandangan Islam terhadap
riba dan bunga bank?
6.
Bagaimana realita tentang riba dan
bunga bank dalam masyarakat?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Riba dan Hukumnya
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Sedangkan
menurut istilah, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal
secara batil.[1]
Ada beberapa
pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang
menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual
beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip
muamalat dalam Islam. Mengenai hal ini Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya
:
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu, dan janganlah
kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa : 29)
Hukum Riba
Hukum riba adalah haram dan Allah melarang untuk memakan barang
riba. Allah SWT berfirman:
ÙˆَØ£َØَÙ„َّ
ٱللَّÙ‡ُ ٱلۡبَÙŠۡعَ ÙˆَØَرَّÙ…َ ٱلرِّبَÙˆٰاْۚ …
Artinya : Allah SWT
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...(QS. Al-Baqarah : 275).
Sebab-sebab
diharamkannya riba antara lain yaitu:
a.
Karena Allah dan rasul-Nya melarang
atau mengharamkannya.
b.
Karena riba menghendaki pengambilan
harta orang lain
dengan tidak ada imbangannya.
c.
Dengan melakukan riba, seseorang
akan menjadi malas berusaha.
d.
Riba menyebabkan putusnya perbuatan
baik terhadap sesama manusia dengan cara utang piutang atau menghilangkan
faedah utang piutang sehingga riba lebih cenderung memeras orang miskin
daripada menolong orang miskin.[2]
B.
Macam-macam
Riba
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing
adalah riba utang piutang dan riba jual beli.kelompok pertama terbagi lagi
menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok kedua
terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah.
1.
Riba qardh
Suatu manfaat atau tingkat
kelebihan tertentu yang di syaratkan terhadap yang berutang.
2.
Riba jahiliyyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya
karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang di tetapkan.
3.
Riba fadhl
Pertukaran antar barang sejenis
dengan kadar atau takaran yang berbeda sedangkan barang yang dipertukarkan itu
termasuk dalam jenis barang ribawi.
4.
Riba nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau
penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi
lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, atau tambahan
antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.[3]
C.
Pengertian
Uang
Pengertian uang secara luas adalah sesuatu yang dapat diterima
secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai
alat pembayaran hutang atau sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan
jasa. Dengan kata lain bahwa uang merupakan alat yang dapat digunakan dalam
melakukan pertukaran baik barang maupun jasa dalam suatu wilayah tertentu saja.
Secara umum uang tidak hanya berfungsi sebagai alat tukar, akan
tetapi juga memiliki fungsi-fungsi lainnya seperti sebagai alat satuan hitung,
penimbun kekayaan atau sebagai standar pencicilan hutang. Kemudian uang
biasanya hanya dapat dipergunakan dalam satu wilayah tertentu, misalnya negara,
karena bisa saja satu mata uang tertentu tidak berlaku di negara lain dan
sebaliknya, namun bisa saja satu mata uang negara tertentu berlaku di semua negara
seperti mata uang US Dollar.[4]
D.
Pengertian
Bunga Bank
Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang
diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang
membeli atau menjual produknya. Guna juga dapat diartikan sebagai harga yang
harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar
oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).
Macam bunga yang diberikan kepada nasabah yaitu :
1.
Bunga simpanan, yaitu bunga yang
diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan
uangnya di bank.
2.
Bunga pinjaman, yaitu bunga yang
diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah
peminjam kepada bank.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suku bunga bank, yaitu :
1.
Kebutuhan dana
2.
Persaingan
3.
Kebijaksanaan pemerintah
4.
Target laba yang diinginkan
5.
Jangka waktu
6.
Kualitas jaminan
7.
Reputasi perusahaan
8.
Produk yang kompetitif
9.
Hubungan baik
10.
Jaminan pihak ketiga[5]
E.
Pandangan Islam
Terhadap Riba dan Bunga Bank
Kegiatan transaksi yang mengandung riba merupakan kegiatan yang
secara tegas diharamkan. Bahkan pengharamannya telah menjadi aksioma dalam
ajaran Islam. Riba merupakam transaksi yang mengandung unsur eksploitasi
terhadap para peminjam (debitor) bahkan merusak akhlak dan moralitas manusia.
Pengharaman ini tidak hanya berlaku pada agama Islam saja, akan tetapi dalam
agama-agama samawi juga melarangnya.
Sedikit atau banyaknya riba memang masih menjadi perdebatan, ha;
ini dikarenakan bahwa riba jahiliyah yang dengan jelas dilarangnya riba adalah
yang berlipat ganda. Tetapi bila ditinjau dari keseluruhan ayat-ayat riba,
seperti Al-Baqarah ayat 275-276 menyatakan bahwa Allah menghapus keberkahan
riba dan demikian pula dalam surah Al-Baqarah ayat 278-279 , yang menegaskan
tentang pelarangan riba, meskipun sedikit pengambilan bunga (tambahan) tersebut
tetap dilarang. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan ideal Al-Qur’an adalah
menghapus riba sampai membersihkan unsur-unsurnya.
Ahli-ahli tafsir mengatakan bahwa kejadian pada bani Amr bin Umar
dari suku Tsaqief dan Bani Al-Mughirah dari suku Makhzum, ketika di masa
jahiliyah terjadi hutang piutang riba, kemudian ketika Islam datang suku
Tsaqief akan menuntut kekurangan riba yang belum dilunasi tetapi bani Mughirah
berkata, “kami tidak akan membayar riba dalam Islam, maka gubernur makkah Attab
bin Usaid menulis surat kepada Rasulullah SAW. Surat tersebut berisi mengenai
kejadian hutang piutang antara bani Amr bin Umar dengan bani Mughirah, maka
turunlah ayat 278-279 dari surat Al-Baqarah ini, maka bani Amr barkata “kami
tobat kepada Allah dan membiarkan sisa riba itu semuanya”.[6]
F.
Riba dan Bunga
Bank dalam Sosial Masyarakat
Dalam persepsi mayoritas manusia, pinjaman dengan sistem bunga akan
dapat membantu ekonomi masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi rakyat. Anggapan tersebut telah menjadi keyakinan kuat hampir setiap orang,
baik ekonom, pemerintah, maupun praktisi. Keyakinan kuat itu juga terdapat pada intelektual muslim terdidik yang
tidak berlatar belakang pendidikan ekonomi. Karena itu tidak aneh, jika para
pejabat negara dan direktur perbankan seringkali bangga melaporkan jumlah
kredit yang dikucurkan untuk pengusaha kecil sekian puluh triliun rupiah.
Begitulah pandangan dan keyakinan hampir semua manusia saat ini dalam memandang
sistem kredit dengan instrumen bunga. Itulah pandangan material manusia yang
seringkali terbatas.
Pandangan umum di atas dibantah oleh Allah dalam
Al-Qur’an surah Ar-Rum :39
Artinya : Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan
agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi
Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakatyang kamu maksudkan untukmencapai
keridlaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya). (QS. Ar-Rum : 39)
Ayat ini menyampaikan pesan moral bahwa pinjaman (kredit)
dengan sistem bunga tidak akan membuat ekonomi masyarakat tumbuh secara agregat
dan adil. Pandangan Al-Qur’an ini sangat kontras dengan pandangan manusia kebanyakan.
Manusia menyatakanbahwa pinjaman dengan sistem bunga akan meningkatkan ekonomi
masyarakat. Sementara menurut Allah pinjaman dengan sistem bunga tidak membuat ekonomi tumbuh
dan berkembang, karena riba secara empiris telah menimbulkan dampak buruk bagi
perekonomian.
1)
Pengaruh riba pada sosial
masyarakat
Riba mempunyai
pengaruh yang besar dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, karena ia merupakan
pendapatan yang diperoleh secara tidak adil. Orang yang mengambil riba
menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar berusaha dan
mengembalikan. Misalnya, ketika seseorang meminjamkan uangnya dengan bunga 20%
lebih tinggi dari jumlah yang dipinjamkannya. Persoalannya, siapakah yang bisa
menjamin bahwa usaha yang dijalankan orang itu nantinya
mendapatkan keuntungan lebih dari 20%?
Seorang yang
membungakan uangnya akan cenderung bersikap tidak mengenal belas kasihan pada
orang lain. Ini terbukti bila si peminjam dalam kesulitan, maka asset
apapunyang ada harus diserahkan untuk melunasiakumulasi bunga yang sudah
berbunga lagi. Ia juga akan terdorong untuk bersikap tamak dan kikir.
Sedangkan
secara psikologis, praktik membungakan uang juga dapat menjadikan seseorang
malas untuk menginvestasikan dananya dalam sektor
usaha. Hal ini terbukti pada krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada beberapa
tahun yang lalu. Orang yang
memiliki dana lebih baik tidur di rumah sambil menanti kucuran bunga pada akhir
bulan, karena menurutnya sekalipun ia tidur uangnya tetap bekerja dan
bertambah.
2)
Pengaruh riba dalam bidang ekonomi
Pengaruh riba
dalam bidang ekonomi adalah adanya inflasi yang diakibatkan oleh bunga sebagai
biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dan penetuan harga
adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang
akan ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainnya adalah bahwa hutang, akan
menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila
bunga atas hutang tersebut di bungakan.
Contoh paling nyata adalah hutang
negara-negara berkembang kepada negara maju.meskipun disebut pinjaman lunak,
artinya dengan suki bunga rendah pada akhirnya negara-negara tersebut harus
berhutang lagi untuk membayar bunga dan pokoknya. Sehingga terjadilah hutang
yang terus menerus. Ini yang menjadikan proses terjadinya kemiskinan struktural
yang menimpa lebih dari separuh masyarakat internasional.[7]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas baik dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun bukti empiris telah
terbukti bahwa dengan menerapkan riba dalam aktivitas ekonomi telah menimbulkan
kehancuran ekonomi, kemiskinan, inflasi, krisis ekonomi dan perusakan
lingkungan. Karena itu aktivitas ekonomi yang dilandaskan pada prinsip bunga
atau riba perlu dihilangkan.
Untuk
menghilangkan praktik riba dalam aktivitas ekonomi, makaperlu dilakukan hal-hal
sebagai betikut: optimalisasi sosialisasi sistem ekonomi Islam dan tingginya
daya rusak riba dalam kehidupan ekonomi, adanya kemauan politik dari pemerintah
untuk menerapkan sistem ekonomi Islam, memperbanyak dan mempermudah pembentukan
lembaga keuangan non riba (Bank Islam, BPR Islami, BMT dan lainnya) serta
memberikan bantuan modal bagi masyarakat dengan sistem bagi hasil yang sesuai
dengan prinsip syari’ah.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio,
Muhammad Syafii. (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta :
Gema Insani
Karim,
Adiwarman A., & Sahroni, Oni. (2015). Riba, Gharar dan Kaidah-Kaidah
Ekonomi Syariah.Depo : PT. Raja Grafindo Persada
Kasmir.
(1998). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada
Muhammad &
Fauroni, R. Lukman. (2002). Visi Al-Qur’an Tentang Etika Dan Bisnis. Jakarta :
Salemba Diniyah
Kasdi,
Abdurrahman. (2013). Iqtishadia. Analisis Bunga Bank dalam Pandangan Fiqih,
6(2), 334-337
[1]
Antonio, Muhammad Syafii. (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta
: Gema Insani
[2]
Karim, Adiwarman A., & Sahroni, Oni. (2015). Riba, Gharar dan
Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah.Depo : PT. Raja Grafindo Persada
[3]
Antonio, Muhammad Syafii. (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta
: Gema Insani
[4]
Kasmir. (1998). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
[5]
Kasmir. (1998). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
[6]
Muhammad & Fauroni, R. Lukman. (2002). Visi Al-Qur’an Tentang Etika Dan
Bisnis. Jakarta : Salemba Diniyah
[7]
Kasdi, Abdurrahman. (2013). Iqtishadia. Analisis Bunga Bank dalam Pandangan
Fiqih, 6(2). Hlm. 334-337