Rabu, 30 November 2016

riba dan bunga bank



Riba, Keuangan dan Bunga Bank
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Bank dan Lembaga Keuangan
Dosen Pengampu : Farida Rohmah, S.Pd., M.Sc.



Disusun Oleh :
1.    M. Ali Fatkhur Rohman                                            (1520210220)
2.    Dewi Yulianti                                                              (1520210236)







 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH/ES-F
TAHUN 2016


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Praktik pelaksanaan perbankan sebenarnya sudah dikenalkurang lebih 2500 SM di Mesir Kuno dan Yunani kemudian dikembangkan oleh bangsa Romawi. Sedangkan perbankan modern berkembang di Italia pada abad pertengahan yang dikuasai oleh beberapa keluarga untuk membiayai perdagangan wol. Selanjutnya perbankan berkembang pesat pada abad ke-18 dan abad ke-19 dibeberapa negara di seluruh dunia.
Kegiatan perbankan selalu dikaitkan dengan masalah uang dan bunga. Dunia perbankan dengan sistem perbankan dengan sistem bunga kelihatannya semakin mapan dalam perekonomian modern, sehingga hampir tidak mungkin menghindarinya, apalagi menghilangkannya. Padahal bank pada saat ini merupakan kekuatan ekonomi masyarakat modern, terutama di negara-negara Barat.
Sedangkan dalam Islam, bunga bank dikenal dengan istilah riba. Islam tidak mengakui sistem perbankan modern dalam arti praktis, sehingga terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang bunga bank. Beda pandangan dalam menilai persoalan bunga bank akan memunculkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula dalam hal halal haramnya dan boleh tidaknya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian riba dan bagaimana hukumnya?
2.      Apa ragam riba?
3.      Apa pengertian uang?
4.      Bagaimana sumber-sumber dana bank?
5.      Bagaimana pandangan Islam terhadap riba dan bunga bank?
6.      Bagaimana realita tentang riba dan bunga bank dalam masyarakat?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Riba dan Hukumnya
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.[1]
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Mengenai hal ini Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa : 29)

Hukum Riba
Hukum riba adalah haram dan Allah melarang untuk memakan barang riba. Allah SWT berfirman:
ÙˆَØ£َØ­َÙ„َّ ٱللَّÙ‡ُ ٱلۡبَÙŠۡعَ ÙˆَØ­َرَّÙ…َ ٱلرِّبَÙˆٰاْۚ
Artinya : Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...(QS. Al-Baqarah : 275).
Sebab-sebab diharamkannya riba antara lain yaitu:
a.       Karena Allah dan rasul-Nya melarang atau mengharamkannya.
b.      Karena riba menghendaki pengambilan harta orang lain dengan tidak ada imbangannya.
c.       Dengan melakukan riba, seseorang akan menjadi malas berusaha.
d.      Riba menyebabkan putusnya perbuatan baik terhadap sesama manusia dengan cara utang piutang atau menghilangkan faedah utang piutang sehingga riba lebih cenderung memeras orang miskin daripada menolong orang miskin.[2]

B.     Macam-macam Riba
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang piutang dan riba jual beli.kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok kedua terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah.
1.      Riba qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang di syaratkan terhadap yang berutang.
2.      Riba jahiliyyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang di tetapkan.
3.      Riba fadhl
Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
4.      Riba nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.[3]

C.    Pengertian Uang
Pengertian uang secara luas adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran hutang atau sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan jasa. Dengan kata lain bahwa uang merupakan alat yang dapat digunakan dalam melakukan pertukaran baik barang maupun jasa dalam suatu wilayah tertentu saja.
Secara umum uang tidak hanya berfungsi sebagai alat tukar, akan tetapi juga memiliki fungsi-fungsi lainnya seperti sebagai alat satuan hitung, penimbun kekayaan atau sebagai standar pencicilan hutang. Kemudian uang biasanya hanya dapat dipergunakan dalam satu wilayah tertentu, misalnya negara, karena bisa saja satu mata uang tertentu tidak berlaku di negara lain dan sebaliknya, namun bisa saja satu mata uang negara tertentu berlaku di semua negara seperti mata uang US Dollar.[4]

D.    Pengertian Bunga Bank
Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Guna juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).



Macam bunga yang diberikan kepada nasabah yaitu :
1.      Bunga simpanan, yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank.
2.      Bunga pinjaman, yaitu bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suku bunga bank, yaitu :
1.      Kebutuhan dana
2.      Persaingan
3.      Kebijaksanaan pemerintah
4.      Target laba yang diinginkan
5.      Jangka waktu
6.      Kualitas jaminan
7.      Reputasi perusahaan
8.      Produk yang kompetitif
9.      Hubungan baik
10.  Jaminan pihak ketiga[5]

E.     Pandangan Islam Terhadap Riba dan Bunga Bank
Kegiatan transaksi yang mengandung riba merupakan kegiatan yang secara tegas diharamkan. Bahkan pengharamannya telah menjadi aksioma dalam ajaran Islam. Riba merupakam transaksi yang mengandung unsur eksploitasi terhadap para peminjam (debitor) bahkan merusak akhlak dan moralitas manusia. Pengharaman ini tidak hanya berlaku pada agama Islam saja, akan tetapi dalam agama-agama samawi juga melarangnya.
Sedikit atau banyaknya riba memang masih menjadi perdebatan, ha; ini dikarenakan bahwa riba jahiliyah yang dengan jelas dilarangnya riba adalah yang berlipat ganda. Tetapi bila ditinjau dari keseluruhan ayat-ayat riba, seperti Al-Baqarah ayat 275-276 menyatakan bahwa Allah menghapus keberkahan riba dan demikian pula dalam surah Al-Baqarah ayat 278-279 , yang menegaskan tentang pelarangan riba, meskipun sedikit pengambilan bunga (tambahan) tersebut tetap dilarang. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan ideal Al-Qur’an adalah menghapus riba sampai membersihkan unsur-unsurnya.
Ahli-ahli tafsir mengatakan bahwa kejadian pada bani Amr bin Umar dari suku Tsaqief dan Bani Al-Mughirah dari suku Makhzum, ketika di masa jahiliyah terjadi hutang piutang riba, kemudian ketika Islam datang suku Tsaqief akan menuntut kekurangan riba yang belum dilunasi tetapi bani Mughirah berkata, “kami tidak akan membayar riba dalam Islam, maka gubernur makkah Attab bin Usaid menulis surat kepada Rasulullah SAW. Surat tersebut berisi mengenai kejadian hutang piutang antara bani Amr bin Umar dengan bani Mughirah, maka turunlah ayat 278-279 dari surat Al-Baqarah ini, maka bani Amr barkata “kami tobat kepada Allah dan membiarkan sisa riba itu semuanya”.[6]

F.     Riba dan Bunga Bank dalam Sosial Masyarakat
Dalam persepsi mayoritas manusia, pinjaman dengan sistem bunga akan dapat membantu ekonomi masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi rakyat. Anggapan tersebut telah menjadi keyakinan kuat hampir setiap orang, baik ekonom, pemerintah, maupun praktisi. Keyakinan kuat itu juga  terdapat pada intelektual muslim terdidik yang tidak berlatar belakang pendidikan ekonomi. Karena itu tidak aneh, jika para pejabat negara dan direktur perbankan seringkali bangga melaporkan jumlah kredit yang dikucurkan untuk pengusaha kecil sekian puluh triliun rupiah. Begitulah pandangan dan keyakinan hampir semua manusia saat ini dalam memandang sistem kredit dengan instrumen bunga. Itulah pandangan material manusia yang seringkali terbatas.
Pandangan umum di atas dibantah oleh Allah dalam Al-Qur’an surah Ar-Rum :39
  
Artinya : Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakatyang kamu maksudkan untukmencapai keridlaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (QS. Ar-Rum : 39)
Ayat ini menyampaikan pesan moral bahwa pinjaman (kredit) dengan sistem bunga tidak akan membuat ekonomi masyarakat tumbuh secara agregat dan adil. Pandangan Al-Qur’an ini sangat kontras dengan pandangan manusia kebanyakan. Manusia menyatakanbahwa pinjaman dengan sistem bunga akan meningkatkan ekonomi masyarakat. Sementara menurut Allah pinjaman dengan sistem bunga tidak membuat ekonomi tumbuh dan berkembang, karena riba secara empiris telah menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian.
1)      Pengaruh riba pada sosial masyarakat
Riba mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, karena ia merupakan pendapatan yang diperoleh secara tidak adil. Orang yang mengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar berusaha dan mengembalikan. Misalnya, ketika seseorang meminjamkan uangnya dengan bunga 20% lebih tinggi dari jumlah yang dipinjamkannya. Persoalannya, siapakah yang bisa menjamin bahwa usaha yang dijalankan orang itu nantinya mendapatkan keuntungan lebih dari 20%?
Seorang yang membungakan uangnya akan cenderung bersikap tidak mengenal belas kasihan pada orang lain. Ini terbukti bila si peminjam dalam kesulitan, maka asset apapunyang ada harus diserahkan untuk melunasiakumulasi bunga yang sudah berbunga lagi. Ia juga akan terdorong untuk bersikap tamak dan kikir.
Sedangkan secara psikologis, praktik membungakan uang juga dapat menjadikan seseorang malas untuk menginvestasikan dananya dalam sektor usaha. Hal ini terbukti pada krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada beberapa tahun yang lalu. Orang yang memiliki dana lebih baik tidur di rumah sambil menanti kucuran bunga pada akhir bulan, karena menurutnya sekalipun ia tidur uangnya tetap bekerja dan bertambah.
2)      Pengaruh riba dalam bidang ekonomi
Pengaruh riba dalam bidang ekonomi adalah adanya inflasi yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dan penetuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainnya adalah bahwa hutang, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas hutang tersebut di bungakan.
Contoh paling nyata adalah hutang negara-negara berkembang kepada negara maju.meskipun disebut pinjaman lunak, artinya dengan suki bunga rendah pada akhirnya negara-negara tersebut harus berhutang lagi untuk membayar bunga dan pokoknya. Sehingga terjadilah hutang yang terus menerus. Ini yang menjadikan proses terjadinya kemiskinan struktural yang menimpa lebih dari separuh masyarakat internasional.[7]


 
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas baik dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun bukti empiris telah terbukti bahwa dengan menerapkan riba dalam aktivitas ekonomi telah menimbulkan kehancuran ekonomi, kemiskinan, inflasi, krisis ekonomi dan perusakan lingkungan. Karena itu aktivitas ekonomi yang dilandaskan pada prinsip bunga atau riba perlu dihilangkan.
Untuk menghilangkan praktik riba dalam aktivitas ekonomi, makaperlu dilakukan hal-hal sebagai betikut: optimalisasi sosialisasi sistem ekonomi Islam dan tingginya daya rusak riba dalam kehidupan ekonomi, adanya kemauan politik dari pemerintah untuk menerapkan sistem ekonomi Islam, memperbanyak dan mempermudah pembentukan lembaga keuangan non riba (Bank Islam, BPR Islami, BMT dan lainnya) serta memberikan bantuan modal bagi masyarakat dengan sistem bagi hasil yang sesuai dengan prinsip syari’ah.


DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafii. (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta : Gema Insani
Karim, Adiwarman A., & Sahroni, Oni. (2015). Riba, Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah.Depo : PT. Raja Grafindo Persada
Kasmir. (1998). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Muhammad & Fauroni, R. Lukman. (2002). Visi Al-Qur’an Tentang Etika Dan Bisnis. Jakarta : Salemba Diniyah
Kasdi, Abdurrahman. (2013). Iqtishadia. Analisis Bunga Bank dalam Pandangan Fiqih, 6(2), 334-337



[1] Antonio, Muhammad Syafii. (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta : Gema Insani
[2] Karim, Adiwarman A., & Sahroni, Oni. (2015). Riba, Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah.Depo : PT. Raja Grafindo Persada
[3] Antonio, Muhammad Syafii. (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta : Gema Insani
[4] Kasmir. (1998). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
[5] Kasmir. (1998). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
[6] Muhammad & Fauroni, R. Lukman. (2002). Visi Al-Qur’an Tentang Etika Dan Bisnis. Jakarta : Salemba Diniyah
[7] Kasdi, Abdurrahman. (2013). Iqtishadia. Analisis Bunga Bank dalam Pandangan Fiqih, 6(2). Hlm. 334-337