KONSEP
AKAD DAN PRODUK BANK SYARIAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Makalah
Mata
kuliah: Bank dan Lembaga
Keuangan
Disusun Oleh :
1. Ariana
Herawati (1520210208)
2. Dewi Nurkomsiyah
(1520210233)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH / ES-F
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bank syariah di Indonesia
lahir sejak 1992.Bank syariah memiliki sistem operasional yang berbeda dengan
bank konvensional.Bank syariah memberikan layanan bebas bunga kepada para
nasabahnya.Dalam sistem operasional bank syariah, pembayaran dan penarikan bunga
dilarang dalam semua bentuk transaksi. Bank syariah tidak mengenal sistem
bunga, baik bunga yang diperoleh dari nasabah yang meminjam uang atau bunga
yang dibayar kepada penyimpan dana dari bank syariah.
Perbankan syariah adalah
segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya. Bank syariah memiliki fungsi menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk titipan dan investasi dari pihak pemilik dana. Fungsi lainnya
ialah menyalurkan dana kepada pihak lain yang membutuhkan dana dalam bentuk
jual beli maupun kerja sama usaha.
Bank syariah sebagai lembaga
intermediasi antara pihak investor yang menginvestasikan dananya di bank
kemudian selanjutnya bank syariah menyalurkan dananya kepada pihak lain yang
membutuhkan dana. Investor yang menempatkan dananya akan mendapat imbalan dari
bank dalam bentuk bagi hasil atau bentuk lainnya yang disahkan dalam syariah
islam. Bank syariah menyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan pada
umumnya dalam akad jual beli dan kerja sama usaha. Imbalan yang diperolah dalam
margin keuntungan, bentuk bagi hasil, dan/atau bentuk lainnya sesuai dengan
syariah islam.
Bank syariah merupakan bank
yang kegiatannya mengacu pada hukum islam, dan dalam kegiatannya tidak
membebankan bunga maupun tidak membayar bunga kepada nasabah. Imbalan yang
diterima oleh bank syariah maupun yang dibayarkan kepada nasabah tergantung
dari akad dan perjanjian antara nasabah dan bank. Perjanjian (akad) yang
terdapat di perbankan syariah harus tunduk pada syarat dan rukun akad
sebagaimana diatur dalam syariah islam.[1]
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian akad ?
2.
Bagaimana akad yang
digunakan bank syariah ?
3.
Bagaimana keterkaitan akad
dan produk bank syariah ?
4.
Bagaimana produk bank
syariah ?
5.
Bagaimana penerapan teori
akad pada perbankan syariah ?
6.
Bagaimana solusi jika aplikasi akad tidak sesuai ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad
Akad (ikatan,keputusan,atau penguatan )
atau perjanjian atau kesepakatan atau transaksi dapat diartikan sebagai
komitmen yang terbingkai dengan nilai-nilai syariah.
Dalam istilah fiqih,secara umum akad berarti sesuatu
yang menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu
pihak,seperti wakaf, talak, dan sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak,
seperti jual beli, sewa, wakalah, dan gadai.
Secara khusus akad berarti keterkaitan
antara ijab (pernyataan
penawaran/pemindahan kepemilikan) dan qabul
(pernyataan kepemilikan penawaran) dalam lingkup yang disyariatkan dan
berpengaruh pada sesuatu.
Rukun dalam akadada tiga, yaitu:
1. Pelaku akad
2. Objek akad
3. Shighah atau pernyataan pelaku akad,yaituijab dan qobul.
Sedangkan syarat dalam akadada empat,
yaitu:
1. Syarat berlakunya akad(in’iqod),yakni ada dua macam yaitu umum dam
khusus. Syarat umum harus selalu ada pada setiap akad, seperti syarat yang
harus ada pada pelaku akad, objek akad, dan shighah akad, akad bukan pada
sesuatu yang diharamkan, dan akad pada sesuatu yang bermanfaat. Sementara itu,
syarat khusus merupakan sesuatu yang harus ada pada akad-akad tertentu, seperti
syarat minimal dua saksi pada akad nikah.
2. Syarat sahnya akad (shihah), yakni syarat yang diperlukan secara Syariah
agar akad berpengaruh, seperti akad dalam perdagangan harus bersih dari cacat.
3. Syarat terselesaikannya akad (nafadz), yakni ada dua, yaitu kepemilikan
(barang dimiliki oleh pelaku dan berhak menggunakannya) dan wilayah.
4. Syarat lazim, yaitu bahwa akad harus dilaksanakan apabila tidak ada
cacat.
B. Akad yang digunakan Bank Syariah
Akad atau transaksi yang digunakan bank
syariah dalam operasinya terutama diturunkan dari kegiatan mencari keuntungan (tabarru’).Turunan dari tijarah adalah
perniagaan (al-bai’) yang berbentuk
kontrak pertukaran dan kontrak bagi hasil dengan segala variasinya. Cakupan
akad yang akan dibahas meliputi akad perniagaan (Al-Bai’) yang umum digunakan
untuk produk syariah.
C. Keterkaitan Akad dan Produk
Allah telah menghalalkan perniagaan (Al-Bai’)
dan mengharamkan riba (QS 2:275).Inilah dasar utama operasi bank syariah yang
meninggalkan penggunaan sistem bunga dan menerapkan penggunaan sebagian
akad-akad perniagaan dalam produk-produk bank syariah.
Perlu diingat bahwa dalam melihat
produk-produk bank syariah, selain bentuk atau nama produknya, yang perlu
diperhatikan adalah prinsip syariah yang digunakan oleh produk yang
bersangkutan dalam akadnya (perjanjian), dan bukan hanya nama produknya
sebagaimana produk-produk bank konvensional. Hal ini terkait dengan
bagaimana hubungan antara bank dan
nasabah yang menentukan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Selain itu,suatu
produk bank syariah dapat menggunakan prinsip Syariah yang berbeda. Demikian
juga, satu prinsip Syariah dapat diterapkan pada beberapa produk yang berbeda.
Akad atau transaksi yang berhubungan dengan
kegiatan usha bank syariah dapat digolongkan ke dalam transaksi untuk mencari
keuntungan (tijarah) dan transaksi
tidak untuk mencari keuntungan (tabarru’).
Transaksi untuk mencari keuntungan dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu
transaksi yang mengandung kepastian (naturalcertaintycontracts/
NCC), yaitu kontrak dengan prinsip
nonbagi hasil (jual-beli dan sewa), dan transaksi yang mengandung ketidakpastian
(naturaluncertaintycontracts/NUC) , yaitu kontak dengan prinsip bagi
hasil. Transaksi NCC berlandaskan pada teori pertukaran, sedangkan NUC
berlandaskan pada teori percampuran (Karim, 2004).Semua transaksi untuk mencari
keuntungan tercakup dalam pembiayaan dan pendanaan, sedangkan transaksi tidak
untuk mencari keuntungan tercakup dalam pendanaan, jasa pelayanan (freebasedincome), dan kegiatan social.
Secara garis besar produk-produk bank
syariah dapat dikelompokkan ke dalam produk-produk pendanaan, pembiayaan, jasa
perbankan, dan kegiatan social dengan berbagai prinsip Syariah yang digunakan dalam
akadnya.[2]
D. Produk Bank Syariah
1. Produk Pendanaan
Produk-produk pendanaan bank syariah ditujukan untuk mobilisasi dan
investasi tabungan untuk pembangunan perekonomian dengan cara yang adil
sehingga keuntungan yang adil dapat dijamin bagi semua pihak. Tujuan mobilisasi
dana merupakan hal penting karna islam secara tegas mengetuk penimbunan tabungan
dan menuntut penggunaan sumber daya secara produktif dalam rangka mencapai
tujuan social ekonomi islam. Dalam hal ini, bank syariah melakukannya tidak
dengan prinsip bunga (riba),
melainkan dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariat islam, terutama
wadi’ah (titipan), qaradh (pinjaman), mudharabah (bagi hasil), dan ijarah.[3]
a. Pendanaan dengan prinsip wadiah
1) Giro wadiah
Salah satu produk penghimpunan dana masyarakat yang
itawarkan oleh bank syariah adalah giro wadiah. Giro wadia adalah titipan pihak
ketiga pada bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat denagn
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindahbukuan. [4]
2) Tabungan wadiah
tabungan wadiah adalah produk pendanaan bank syariah
berupa simpanan dari nasabah dala bentuk rekening tabungan (savingsaccount)
untuk keamanan dan kemudahan pemakainya, seperti giro wadiah, tetapi tidak
sefleksibel giro wadiah, karena nasabah tidak dapat menarik dananya dengan cek.[5]
b. Pendanaan dengan prinsip qardh
Giri dan tabungan qardh memiliki
karakteristik menyerupai giro dan tabungan wadiah. Bank sebagai peminjam dapat
memberikanbonus karena bank menngunakan dana untuk tujuan produktif dan
menghasilkan profit. Bonus tabungan qardh juga lebih besar dari pada bonus giro
qardh karena bank lebi leluasa dalam menngunakan dana untuk tujuan produktif.
Bentuk qardh simpanan separti ini tidak umumdigunakanoleh bank syariah.Hanya
bank syariah di Iran menngunakan akad qardh untuk simpanan.
c. Pendanaan dengan prinsip mudharabah
1) Tabungan mudharabah
Tabungan mudharabah merupakan produk
penghimpunan dana oleh bank syariah yang menggunakan akad mudharabah mutlaqah.
Bank syariah bertindak sebagai mudharib dan nasabah sebagai shahibul maal.
Nasabah menyerahkan pengelolaan dana tabungan mudharabah secara mutlaq kepada
mudharib (bank syariah), tidak ada batasan baik dilihat dari jenis investasi,
jangka waktu, maupun sector usaha dan tidak boleh bertentangan dengan psrinsip
syariah islam.[6]
2) Deposito/investasi umum (tidak terikat)
Bank syariah menerima simpanan deposito
berjangka (pada umumnya untuk satu bulan keatas) ke dalam rekening investasi
umum (generalinvestmentaccount) dengan prinsip mudharabah al-mutlaqah.Nasabah
rekening investasi bertujuan untuk mencari keuntungan dari pada mengamankan
uangnnya. Apabial bank menghasikan keuntungan akan dibagi sesuai dengan
kesepakatan awal. Apabila bank mengalami kerugian, bukan karena kelalaian bank,
kerugian ditangguna olah nasabah deposan sebagai shahibul maal.Deposan dapat
menarik dananya denagn pemberitahuan terlebih dahulu.
3) Deposito investasi khusus (terikat)
Selain rekening investasi umum,bank syariah
juga menawarkan rekening investasi khusus (special investment account) kepada
nasabah yang ingin menginvestasikan dananya langsung dalm proyek yang
disukainya yang dilaksanakan oleh bank dengan prinsip mudharabah al-muqayyadah.
Rekening investasi khusus ini biasanya ditujukan kepad para nasabah/investor
besar dan institusi.Jangka waktu investasi dan bagi hasil disepakati bersama
dan hasilnya langsung terikat dengan keberhasilan proyek investasi yang
dipilih.
4) Sukuk al-mudharabah
Akad mudharabah juga dapat dimanfaatkan
oleh bank syariah untuk penghimpunan dana dengan menerbitkan sukuk yang
merupakan obligasi syariah. Dengan obligasi syariah, bank mendapatkan
alternative sumber dana berjangka panjang (5 tahun atau lebih) sehinnga dapat
digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan berjangka panjang.
d. Pendanaan dengan prinsip ijarah
1) Sukuk al-ijarah
Akad iajrah dapat dimanfaatkan oleh bank
syariah untuk penghimpunan dana dengan menerbitkan sukuk yang merupakan
obligasi syariah. Obligasi syariah ini dapat menggunakan beberapa prinsip yang
dibolehkan syariah, seperti menggunakan prinsip bagi hasil (sukuk al-mudharabah
dnsukuk al-musyarakah), mengunakan prinsip jual beli (sukuk al-murabahah, sukuk
al-salam dan sukuk al-istishna), mengunakan prinsip sewa (sukuk al-ijarah), dan
sebagainya.[7]
2. Produk pembiayaan
a. Pembiayaan modal kerja
1) Bagi hasil
Dengan bagi hasil,kebutuhan modal kerja pihak
penguwasa terpenuhi, sementara kedua belah pihak mendapatkan manfaat dari
pembagian resiko yang adil. Agar bank syariah dapat berperan aktif dalam usaha
dan mengurangi kemungkina resiko,seperti moral hazard, maka bank dapat menbeli
untuk menggumakan akad musyarakah.
2) Jual beli
Dengan jual beli kebutuhan pedagang
terpenuhi dengan harga tetap, sementara bank syariah mendapat keuntungan margin
tetap dengan meminimalkan resiko.
Kebutuhan modal kerja usaha kerajinan dan
produsin kecil dapat juga dipenuhi dengan akad salam. Dalam hal ini bank
syariah menyuplai mereka dengan input produksi sebagai modal salam yang ditukar
dengan komoditas mereka untuk dipasarkan kembali.
b. Pembiayaan investasi
1) Bagi hasil
Dengan cara ini bank syariah dan pengusaha berbagi
resiko usaha yang saling menguntungkan dan adil. Agar bank syariah dapat
berperan aktif dalam kegiatan usaha yang mengurangi resiko, seperti moral
hazard, maka bank dapat menbeli untuk menggumakan akad musyarakah.
2) Jual beli
Dengan cara ini Bank syariah mendapat keuntungan
margin jual beli dengan resiko yang minimal sementara itu, pengusaha mendapat
kebutuhan investasinya dengan perkiraan biaya yang tetap dan mempermudah
perencanaan.
3) Sewa
Dengan cara ini bank syariah dapat mengambil manfaat
dengan tetap menguasai kepemilikan asset dan pada waktu yang sama menerima
pendapatan dari sewa. Penyewa juga dapat mengambil manfaat dari skim ini denagn
kepenuhannya kebutuhannya investasi yang mendesak dan mencapai tujuan dalam
waktu yang wajar tanpa harus mengeluarkan modal biaya yang besar.
c. Pembiayaan aneka barang, perumahan, dan properti
1) Bagi hasil
Bank syariah dan nasabah dan mitra untuk membeli asset
yang diinginkan nasabah.Asset tersebut kemudian disewakan kepada nasabah.Bagian
sewa dari nasabah digunakan sebagai cicilan pembelian porsi asset yang dimiliki
oleh bank syariah, sehingga pada periode tertentu, asset trsebut sepenuanya
telah dimilki oleh nasabah.
2) Jual beli
Bank syariah memenuhi kebutuhan nasabah dengan
membelikan asset yang dibutuhkan nasabah dari supplier kemudian menjual kembali
kepada nasabah dengan mengambil margin keuntungan yang diinginkan.Selain
mendapat keuntungan margin, bank syariah juga hanya menanggung resiko yang minimal.Sementara
itu, nasabah mendapatkan kebutuhan asetnya dengan harga yang tetap.
3) Sewa
Bank syariah tetap menguasai kepemilikan asset selama
periode akad dan pada waktu yang sama menerima pendapatan dari sewa. Sementara
itu, nasabah terpenuki kebutuhannya dengan biaya yang dapat diperkirakan
sepenuhnya.
3. Produk jasa perbankan
Produk-produk jasa perbankan dengan pola
lainnya pada umumnya menggunakan akad-akad tabarru’ yang dimaksudkan tidak
untuk mencari keuntungan, tetapi dimaksudkan sebagai fasilitas layanan kepada
nasabah dalam melakukan transaksi perbankan.Oleh karena itu, bank sebagai
penyedia jasa hanya membebabi biaya administrasi.Jasa perbankan golongan ini
yang bukan termasuk akad tabarru’ adalah akad sharf yang merupakan akad
pertukaran uang dengan uang dan ujr yang merupakan bagia dari ijarah (sewa)
yngdimaksudkan untuk mendapatkan upah (ujrah) atau fee.[8]
E. Penerapan akad pada perbankan syariah
Kehadiran
perbankan syariah dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan warna baru
terhadap dunia perbankan di Indonesia, terlebih lagi setelah disahkannya
Undang-undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008 oleh DPR RI. Hal ini tentu
tidak hanya dilihat dari aspek kepastian hukum dan eksistensi perbankan syariah
secara legal formal, tetapi juga akan menambah geliat industri perbankan
syariah secara umum sehingga dapat berpartisipasi secara lebih maksimal dalam
menumbuhkan perekonomian nasional dan meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Terlepas
dari kekurangan yang ada, mengacu kepada pengertian bank di atas maka ada tiga
kegiatan utama bank syariah, yaitu: (1) Menghimpun dana dari masyarakat
(funding) dalam bentuk simpanan; (2) Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam
bentuk pembiayaan (financing); (3) Menyediakan jasa bagi masyarakat.
Penerapan teori akad dalam produk pembiayaan
Pertama, penerapannya pada akad murâbahah. Murâbahah adalah jual
beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah disepakati.
Karakteristik murâbahah ini adalah penjual harus memberi tahu harga pokok yang
ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. dalam murâbahah,
nasabah mengetahui keuntungan yang diambil oleh bank. Dan selama akad belum
berakhir, maka harga jual beli antara nasabah dan bank tidak boleh berubah.
Apabila terjadi perubahan, akad tersebut menjadi batal.
Kedua,
penerapannya pada akad salam. Salam adalah akad pembelian suatu barang dengan
menyebutkan spesifikasi tertentu yang penghantarannya dilakukan di kemudian
waktu dan pembayarannya di awal. Akad salam bermanfaat bagi penjual karena
mereka menerima pembayaran di muka. Dan ia juga bermanfaat bagi pembeli karena
pada umumnya harga dengan akad salam lebih murah dari pada harga dengan akad tunai.
Jual beli dengan akad salam agak berbeda dengan jual beli pada umumnya yang
melarang jual beli forward sehingga kontrak salam memiliki syaratsyarat ketat
yang harus dipenuhi, di antaranya: (1) pembeli harus membayar penuh barang yang
dipesan pada saat akad salam di tandatangani. Hal ini diperlukan karena jika
pembayaran belum penuh, maka dikawatirkan terjadinya penjualan utang dengan
utang yang secara tegas dilarang. (2) kuantitas, kualitastas, dan ukuran dari
komoditas yang dipesan harus mempunyai spesifikasi yang jelas tanpa keraguan
yang dapat menimbulkan perselisihan di kemudian.
Penerapan Teori Akad pada Perbankan Syariah hari dan semua yang dapat dirinci
harus disebutkan secara eksplisit. (3) Tanggal dan tempat penyerahan barang
harus ditetapkan secara pasti di dalam kontrak perjanjian.
Penerapan Teori Akad dalam Produk Penghimpunan
Pertama, penerapannya pada akad
mudhârabah. Mudhârabah menurut literatur fikih adalah akad kerja sama antara
pemilik dana (shâhib al-mâl) dengan pengusaha (mudhârib) untuk melakukan suatu
usaha bersama. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan
perbandingan nisbah yang disepakati di awal dan tertuang di dalam akad kontrak.Karakteristik
mudhârabah adalah keuntungan dan kerugian diterima dan ditanggung bersama,
kecuali kalau kerugian diakibatkan oleh kelalaian si pengelola.
Sebagai contoh ilustrasi penerapan
akad mudhârabah ini dalam pembiayaan adalah sebagai berikut: Seorang pengusaha
kelas menengah bernama Habibi mengajukan proposal pembiayaan untuk mengerjakan
suatu proyek pengembangan perumahan real estate di bilangan Bekasi Timur kepada
bank syariah X dengan pola bagi hasil. Setelah mempelajari dan studi atas
kelayakan proyek tersebut, maka bank menyetujui dan memberikan modal 100%
kepada sang pengusaha untuk digunakan melaksanakan kepentingan proyek tadi
menggunakan akad mudhârabah muqayyadah, dan keuntungan proyek dibagi menurut
porsi yang disepakati di awal, dengan ketentuan nisbah berbaginya adalah
(misalnya) 65% : 35%, di mana bank sebagai penyandang mendapat 65%, dan
pengusaha (mudhârib) mendapat 35% dari hasil usaha yang didapat. Dari contoh
kasus di atas sudah dapat diketahui rukun mudhârabah itu, yaitu: bank sebagai
shahib al-Mal, pengusaha tadi sebagai mudharib, keduanya berarti muta’aqidani,
dan objek akadnya adalah proyek pengembangan perumahan real estet.
Kedua, penerapannya pada akad
wadî’ah.Wadî’ah adalah titipan murni nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan
kapan saja menghendakinya. Aplikasi dalam perbankan, wadî’ah ini merupakan
bentuk produk untuk penghimpunan dana dalam bentuk giro (giro syariah).
Karakteristik rekening giro ini sebagai pengembangan dari prinsip wadî’ah yad
dhamânah, yaitu di mana titipan dapat ditarik setiap saat, dikembalikan secara
utuh, dapat dipungut biaya, dan dapat ditentukan syarat-syarat tertentu untuk
menjaga keselamatan barang titipan. Dari karakteristik tersebut, maka
konsekuensi prinsip wadî’ah yad dhamânah adalah semua keuntungan atau kerugian
menjadi milik bank. Tidak dilarang bank memberikan insentif berupa
"bonus" asalkan tidak disyaratkan sebelumnya, asalkan jumlahnya tidak
ditetapkan dalam nominal atau persentase di awal. Sebagai contoh, Pak Ahmad
sebagai bendahara Yayasan Pengembangan LKS yang berdomisili di wilayah Jakarta
Timur diberi amanah oleh Ketua Yayasan untuk ‛mengamankan‛ dana yayasan sebesar
Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Maka pak Ahmad pergi ke salah satu bank
Syariah X dan membuka rekening giro Syariah berdasarkan wadî’ah yad dhamânah.
Maka pihak bank pun memberikan lembaran kertas (brosur) yang berisi beberapa
persyaratan dan ketentuan lainnya. Setelah membaca, memahami dan menyetujuinya,
dia pun mengisi aplikasi dan membubuhi tanda tangan di atasnya dan
ditandatangani pula oleh pihak bank. Dalam perjalanan waktu, karena kebutuhan
Yayasan pak Ahmad pun menarik kembali dana tersebut. Berdasarkan kebijakan
bank, pak Ahmad mendapat bonus sebesar Rp 500.000,- sebagai tanda terima kasih
bank karena telah memercayainya untuk menyimpan dana.Abdurrauf: Penerapan Teori
Akad pada Perbankan Syariah Berdasarkan prinsip wadî’ah yad dhamânah di atas
maka dalam aplikasi perjanjian antara bank dan pak Ahmad, pihak bank tidak
dapat memastikan jumlah "bonus" yang akan diterima oleh pak Ahmad,
sedangkan bonus sebesar Rp 500.000,- itu merupakan pemberian bank berdasarkan
hitung-hitungan bisnisnya. Dan itu bukanlah bagi hasil sebagaimana dalam konsep
mudhârabah. Dan berdasarkan prinsip wadî’ah yad dhamânah ini juga maka: (1) Pak
Ahmad berhak menarik dananya kapan saja dia menghendakinya; (2) Bank harus siap
mengembalikannya sewaktu pak Ahmad Membutuhkannya; (3) Bonus sebesar Rp
500.000,- tersebut merupakan kebijakan bank dan bukan diperjanjikan sebelumnya.
Artinya, bisa saja bank tidak memberi bonus apa-apa kepada nasabah; (4) Nasabah
dalam hal ini Pak Ahmad tidak berhak menuntut bonus apapun kepada bank atas
dana titipannya.
Penerapannya pada Produk Jasa
Pertama, penerapannya pada akad
ijârah dan al-Ijârah wa al-Iqtinâ’. Akad ijârah adalah akad pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Sedangkan akad al-Ijârah wa alIqtinâ’ adalah akad pemindahan hak guna (manfaat)
atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah,
yang diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Al-Ijârah wa al-Iqtinâ’ biasanya
dikenal dengan istilah sewa-beli, yaitu perjanjian sewa menyewa yang disertai
dengan opsi pengalihan hak milik atas suatu benda kepada penyewan setelah
selesai masa sewa. Dalam dunia finacial sering dikenal dengan istilah
hire-purchase. Jadi, akad al-Ijârah wa alIqtinâ’ pada dasarnya kombinasi dua
akad antara sewa menyewa (ijârah) dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa.
Jadi, dalam ijârah muntahiya li al-tamlik, pemindahan hak milik barang terjadi
dengan salah satu dari dua cara berikut ini: Pertama, pihak yang menyewakan
berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Kedua, pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan
tersebut pada akhir masa sewa.
Ketiga, penerapannya pada akad
kafâlah. Akad kafâlah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kâfil)
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung
(makfûl ‘anh). Di antara bentuk transaksi perbankan yang dapat menggunakan akad
kafâlah adalah bank garansidengan segala variasinya.
Sebagai sebuah ilustrasi sederhana,
misalnya tuan Ahmad, seorang pengusaha perhotelan islami, ingin membangun
sebuah gedung berlantai 20 di bilangan Kuningan Jakarta Selatan. Maka ia pun
melakukan kontrak perjanjian dengan salah seorang kontraktor untuk kepentingann
tersebut. Dan untuk menjamin keseriusan Tuan Ahmad dalam memenuhi
kewajiban-kewajibannya, pihak kontraktor tadi meminta jaminan kepada salah satu
perbankan syariah dengan skim akad kafâlah (dalam hal ini ‚bank garansi‛). Maka
pihak perbankan melakukan analisa kelayakan terhadap proyek tersebut dan
kemudian menyetujuinya. Berdasarkan ilustrasi di atas dapat diketahui
rukun-rukun akad yang terdapat pada akad kafâlah atau bank garansi tersebut,
yaitu dengan rincian sebagai berikut: (1) Bank dan pihak kontraktor adalah
muta‘âqidân, di mana bank sebagai kâfil (penanggung) dan kontraktor sebagai
makful (pihak tertanggung). (2) Pembangunan gedung berlantai 20 di bilangan
Kuningan Jakarta Selatan adalah sebagai objek akad (sesuatu yang tertanggung).
(3) Pengembangan perhotelan islami adalah tujuan dari akad tersebut. (4) Surah
pernyataan yang disepakati dan ditandatangani kedua belah pihak sebagai
manifestasi shighah al-‘aqd (ijab dan kabul). (5) Sementara fee, menurut
penulis, masuk dalam kategori syarat, bukan rukun. Karena kafâlah pada dasarya
adalah akad sukarela yang tanpa harus dengan imbalan.[9]
Aplikasi Akad Perbankan di Indonesia
Salah satu akad khas yang digunakan
perbankan syariah Indonesia adalah akad kombinasi berpola bagi hasil dan jual
beli, yaitu Mudharabah wal Murabahah yang merupakan pendanaan dalam
bentuk obligasi dan pembiayaan channeling.
1. Akad Mudharabah wal Murabahah
a. Pendanaan
Pendanaan mudharabah wal murabahah adalah
bentuk akad mudharabah muqayyadah executing ketika bank
syariah sebagai mudharib menerima
dana untuk diinvestasikan dari shahibul mal (investor/deposan), yang
kemudian menyalurkan pembiayaan dengan akad murabahah kepada nasabah.
Pembiayaan murabahah ini dapat disalurkan untuk pembiayaan barang
investasi, seperti pembiayaan mesin dan pabrik, untuk pembiayaan pribadi (consumer
goods), seperti untuk pembiayaan rumah dan kendaraan bermotor, atau untuk
pembiayaan lain yand dapat menggunakan akad murabahah.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam
pendanaan dengan akad mudharabah muqayyadah executing, antara lain;
1) Bentuk investasi, bukan simpanan (special investment)
2) Akad mudharabah al-muqayyadah
3) Investasi ke sector yang diinginkan pemodal (nasabah), dan
4) On balance sheet (executing)
b. Pembiayaan
Pembiayaan mudharabah wal murabahah
adalah bentuk akad mudharabah muqayyadah executing ketika
bank syariah sebagai shahibul mal memberikan pembiayaan kepada mudharib antara
lain, lembaga keuagan syariah atau LKS (BPRS, BMT, atau Koperasi Syariah), yang
kemudian menyalurkan pembiayaan dengan akad mudharabah kepada nasabah.
Pada umumnya LKS ini memberikan pembiayaan untuk aneka barang (consumer goods),
seperti untuk pembelian sepeda motor.
2. Akad Musyarakah wal Murabahah
Pembiayaan musyarakah wal murabahah adalah
bentuk akad musyarakah dua pihak antara satu LKS (bank syariah BUS/UUS) dengan
LKS lainnya (BPRS) yang usahanya dilakukan oleh LKS kedua (BPRS) untuk
memberikan pembiayaan dengan akad murabahah kepada nasabahnya. Pada umumnya
BPRS ini memberiakn pembiyaan untuk aneka barang (consumer goods), seperti
untuk pembiayaan sepeda motor, dan pembiayaan perumahan.
Akad
pembiayaan mudharabah wal murabahah dan musyarakah wal mudharabah muncul karena
karakteristik system keuangan dan perbankan syariah di Indonesia yang memiliki
BUS, UUS, dan BPRS dalam system perbankannya serta LKS mikro, seperti BMT dan
koperasi syariah. BUS dan UUS tidak memiliki akses ke nasabah-nasabah kecil dan
mikro untuk menyalurkan pembiayaan, tetapi memiliki akses lebih besar dalam
penghimpiu dana. Sementara itu, LKS mikro kurang mempunyai kemampuan dalam
menghimpun dana, tetapi memiliki akses ke nasabah lebih kecil dan mikro. Oleh
karena itu, kerja sama antara BUS atau UUS dengan LKS mikro marupakan kerja
sama yang saling menguntungkan semua pihak. BUS dan UUS dapat menyalurkan
pembiayaan dan penghimpunan danannya yang melimpah, LKS Syariah mendapat sumber
dana yang diperlukan untuk menalurkan pembiayaan, dan nasabah dapat memperoleh
pembiayaan yang diperlukannya.[10]
F.
Solusi jika aplikasi akad tidak
sesuai
Dipoint sebelumnya telah disajikan teori dari akad dalam syariat
islam. Dalam penerapannya terkadang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Misalnya
dalam akad Murabahah, pihak penjual harus menentukan harga pokok dari
sebuah barang yang di beli dan menentukan tingkat keuntungan sebagai
tambahannya. Namun, terkadang dalam aplikasinya pihak penjual tidak menyebutkan
harga pokoknya. Dengan demikian, hal
tersebut tidak sesuai dengan akad yang telah ditentukan. Jadi, solusi yang bisa dilakukan untuk
mengatasi hal tersebut adalah pihak penjual harus menyebutkan harga pokok
tersebut lalu memberikan tambahaan sebagai keuntungan dari sebuah barang yang
dijual oleh pihak penjual.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Akad (ikatan,keputusan,atau penguatan) atau
perjanjian atau kesepakatan atau transaksi dapat diartikan sebagai komitmen
yang terbingkai dengan nilai-nilai syariah.
Rukun dalam akad ada tiga, yaitu:
1. Pelaku akad
2. Objek akad
3. Shighah atau pernyataan pelaku akad,yaituijab dan qobul.
Sedangkan syarat dalam akad ada empat,
yaitu:
1. Syarat berlakunya akad (in’iqod),
2. Syarat sahnya akad (shihah),
3. Syarat terselesaikannya akad (nafadz),
4. Syarat lazim.
Secara garis besar produk bank syariah
dapat diklasifikasikan menjadi;
1. Produk pendanaan
2. Produk pembiayaan
3. Produk jasa perbankan
Saran
Demikian
penulisan makalah yang dapat kami sampaikan, mohon maaf apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan dan penyampaian makalah. Terimakasih untuk pembaca, semoga materi yang
kita dapatkan bermanfaat. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca selalu
kami nantikan untuk memperbaiki penulisan yang kami sampaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrauf. (2012). Al-iqtishad: penerapan teori akad dalam
perbankan syariah. Vol.lV. No. 1.
Ismail. (2011).
Perbankan syariah. Jakarta: kencana
prenadamedia group.
[1]Ismail. (2011). Perbankan
syariah. Jakarta: kencana prenadamedia group
[2]Ascarya. Ibid
[3]Ascarya. Ibid
[4]Ismail. opcit
[5]Ascarya. opcit
[6]Ismail. opcit
[7]Ascarya, opcit, hlm.116-119
[8]Ascarya. Ibid
[9]Abdurrauf. (2012). Al-iqtishad: penerapan teori
akad dalam perbankan syariah. Vol.lV. No. 1
[10] opcit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar