PERKEMBANGAN
SISTEM PERBANKAN SYARIAH
Disusun Guna Memenuhi
Tugas Makalah
Mata Kuliah : Bank
dan Lembaga Keuangan Syariah
Dosen Pengampu : Farida Rahma, S.Pd,. M.Sc
Disusun Oleh :
1.
Ahsan Abdul Wahid (1520210214)
2.
Alfina afifatun nisa’ (1520210212)
3.
Rikha zakiyyah (1520210230)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
SYARIAH / EKONOMI SYARIAH
TAHUN
AKADEMIK 2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Perkembangan
perbankan islam merupakan fenomena yang menarik bagi kalangan akademik maupun praktisi dalam dua puluh tahun
terakhir. Tak kurang internasional monetary fund (IMF) juga telah melakukan
kajian-kajian atas praktik perbankan islam sebagai alternative system keuangan
internasional yang memberikan peluang upaya penyempurnaan yang belakangan di
rasakan banyak sekali mengalami goncangan dan ketidakstabilan yang menyebabkan
krisis keterpurukan ekonomi akibat lebih dominannya sektor financial di banding
sektor riil dalam hubungan perekonomian dunia.
Berdasarkan
hal diatas, maka dalam makalah ini kami akan membahas tertang perkembangan
system perbankan syariah, sekaligus menganalisis dalam jurnal dinamika
perkembangan perbankan syariah.
2. Rumusan makalah
1. Apa pengertian perbankan syariah?
2. Bagaimana perkembangan system perbankan
syariah
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian perbankan syariah
Bank adalah
lembaga yang melakukan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpana uang, meminjam
uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Didalam sejarah perekonomian umat
islam, pembiyaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syari’ah telah menjadi
bagian tradisi umat islam sejak zaman Rasulullah SAW. Praktik-praktik seperti
menerima titipan harta, meminjam uang untuk keperluan konsumsi dan untuk
keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak
zaman Rasulullah SAW. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern
yaitu menerima simpanan, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat isla, bahkan sejak
zaman Rasulullah.[1]
Menurut UU no 21
thn 2008 perbankan syariah yaitu segala sesuatu yang berkaitan bank syariah dan
unit syariah yang mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, hingga proses
pelaksanaan kegiatan usahanya.
Bank
syariah merupakan bank yang menjalankan aktifitas usahanya dengan menggunakan
landasan prinsip-prinsip syariah yang terdiri dari BUS (Bank Umum Syariah),
BPRS( Bank Pengkreditan Rakyat Syariah), dan UUS (Unit Usaha syariah)[2].
2. Awal kelahiran system perbankan syariah
Sejak awal kelahirannya,
perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaisassance islam
modern: neorivevalis dan modernis. Tujuan utama dari pendiri lembaga keuangan
berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk
mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-qur’an dan
As-sunnah.
Upaya awal
penerapan system profit dan loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia
sekitar tahun 1940-an yaitu adanya upaya pengelola dana jamaah haji secara
nonkonvesional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic rural bank di
desa mit ghamr pada tahun 1963 di Kairo, mesir.
Meskipun
demikian, dalam perkembangannya, para pengguna
dana bank islam tidak saja membatasi dirinya pada satu akad, yaitu
mudharabah saja. Sesuai dengan jenis dan nature usahanya, mereka ada yang
memperoleh dana dengan system pengkongsian, system jual beli, sewa menyewa, dan
lain-lain. Oleh karena itu, hubungan bank islam dengan nasabahnya menjadi
sangat kompleks karena tidak hanya berurusan dengan satu akad, namun dengan
berbagai jenis akad.[3]
Setelah dua
rintisan awal yang cukup sederhana itu, bank islam tumbuh dengan sangat pesat.
Sesuai dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan Internasional Associaton
of Islamic Bank, hingga akhir 1999 tercatat lebih dari dua ratus lembaga
keuangan islam yang beroperasi di seluruh dunia, baik di Negara-negara
berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia maupun Amerika.
1) Mit Ghamr Bank
Lembaga dengan
nama Mit Ghamr Bank binaan prof. Dr. Ahmad Najjar tersebut hanya beroperasi di
pedesaan Mesir dan berskala kecil, namun intitusi tersebut mampu menjadi pemicu
yang sangat berarti bagi perkembangan system financial dan ekonomi islam.
2) Islamic Development Bank
Pada siding
menteri luar negeri Negara-negara Organisasi Konferensi Islam di Krachi,
Pakistan, Desember 1970, mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan bank
syariah. Proposal tersebut pada intinya mengusulkan bahwa system keuangan
berdasarkan bunga harus dig antikan dengan suatu system kerja sama dengan skema
bagi hasil keuntungan maupun kerugian.
Selain hal
tersebut, di usulkan pula pembentukan badan-badan khusus yang disebut Badan
Investasi dan Pembangunan Negara-negara Islam (Investment and Development Body
of Islamic Countries).
Pada sidan
Menteri Luar Negeri OKI di Benghazi, Libya, Maret 1973, memutuskan agar OKI
mempunyai bidang yang khusus menangani masalah ekonomi dan agar OKI mempunyai
bidang yang khusus menangani masalah ekonomi dan keuangan.
Siding Menteri
Keuangan OKI di Jeddah 1975, menyetujui rancangan pendirian Bank Pembangunan
Islami atau Islamic Development Bank (IDB) dengan modal 2 miliar dinar islam.
IDB mampu
memainkan peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan Negara-
Negara islam untuk pembangunan. Bank ini memberikan pinjaman bebas buga untuk
proyek infrastuktur dan pembiyaan kepada Negara anggota berdasarkan
partisispasi modal Negara tersebut. Dana yang tidak dibutuhkan dengan segera
digunakan bagi perdagangan luar negeri jangka panjang dengan menggunakan system
murabahah dan ijarah
3) Islamic Research and Training Institute
IDB membantu
mendirikan bank-bank islam di berbagai Negara. Untuk pengembangan system
ekonomi syariah, intitusi ini membangun sebuah institute riset dan pelatihan
untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi islam, baik dalam bidang
perbankan maupun keuangan secara umum.[4]
DINAMIKA
PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
ISSN:
2088-6365
Ali
Syukron
STAI
Darul Ulum Banyuwangi
Pada
dasarnya, entitas bank syariah di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1983
dengan keluarnya Paket Desember 1983 (Pakdes 83) yang berisi sejumlah regulasi
di bidang perbankan, dimana salah satunya ada peraturan yang memperbolehkan
bank memberikan kredit dengan bunga 0% (zero interest). Baru pada tahun
1991 berdirilah Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank umum satu-satunya
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Namun,
eksistensi bank syariah di Indonesia secara formal telah dimulai sejak tahun
1992 dengan diberlakukannya UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Namun, harus
diakui bahwa UU tersebut belum memberikan landasan hukum yang cukup kuat
terhadap pengembangan bank syariah karena masih belum secara tegas mencantumkan
kata-kata “prinsip syariah” dalam kegiatan usahanya hanya menggunakan istilah
bank bagi hasil.
Diamandemennya
UU No. 7 tahun 1992 yang kemudian melahirkan UU No. 10 tahun 1998 secara
eksplisit menetapkan bahwa bank dapat beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Era Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kebijakan hukum perbankan di
Indonesia menganut sistem perbankan ganda (dual banking system).
Kemudian, pada tahun 1999 disahkan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Upaya pengembangan perbankan syariah di
Indonesia tidak semata hanya merupakan konsekuensi dari UU No. 10/1998 dan UU
No. 23/1999 tetapi juga merupakan bagian dari upaya penyehatan sistem perbankan
yang bertujuan meningkatkan daya tahan perekonomian nasional.
Dalam
upaya pengembangan perbankan syariah tersebut, Bank Indonesia sebagai otoritas
perbankan nasional mulai bergerak maju dengan memperkenalkan instrumen moneter
syariah pertama yaitu Sertifikat Wadiah BI (SWBI) di tahun 1999 dan Pasar Uang
Antar-bank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS)pada tahun 2000.
Selanjutnya,
industri perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang pesat semakin
memiliki landasan hukum yang memadai yakni dengan diterbitkannya Undang-Undang
No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Kondisi
Perbankan Syariah Nasional Terkini
perkembangannya
perbankan syariah di Indonesia menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan
target yang diinginkan. Dalam statistik perbankan Indonesia per Desember 2014
terdapat tidak kurang 12 Bank Umum Syariah dan 22 Unit Usaha Syariah dari suatu
bank konvensional dengan total keseluruhan jaringan kantor 2.151 unit. Selain
itu, Total aset bank umum syariah mencapai 272.343 (dalam miliar rupiah).
Jumlah ini masih relatif kecil jika dibandingkan dengan total aset perbankan
nasional secara umum yang mencapai 5.615.150 (dalam miliar rupiah).
Dengan
melihat beberapa aspek dalam penghitungan indeks, seperti jumlah bank syariah,
jumlah lembaga keuangan non-bank syariah, maupun ukuran aset keuangan syariah
yang memiliki bobot terbesar, dapat dikatakan perkembangan perbankan syariah di
Indonesia berjalan di tempat, bahkan belum menunjukkan perkembangan yang
signifikan dari tahun-tahun sebelumnya.
Dari
tulisan di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum, kebijakan pengembangan
perbankan syariah di Indonesia belum mencapai target yang ideal yang direncanakan.
Untuk itu, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan institusi-institusi
terkait lainnya terus melakukan kerjasama dalam pengembangan perbankan syariah.
Selain itu, beberapa organisasi-organisasi ekonomi syariah maupun praktisi
perbankan syariah, seperti Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli
Ekonomi Islam (IAEI), Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO), dan
lain-lain terus dilibatkan dalam berbagai perencanaan pengembangan perbankan
syariah agar perkembangan perbankan syariah ke depan menjadi lebih baik.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Bank syariah merupakan bank yang menjalankan aktifitas usahanya dengan
menggunakan landasan prinsip-prinsip syariah yang terdiri dari BUS (Bank Umum
Syariah), BPRS( Bank Pengkreditan Rakyat Syariah), dan UUS (Unit Usaha syariah)
Upaya
awal penerapan system profit dan loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia
sekitar tahun 1940-an yaitu adanya upaya pengelola dana jamaah haji secara
nonkonvesional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic rural bank di
desa mit ghamr pada tahun 1963 di Kairo, mesir.
Dari
jurnal di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum, kebijakan pengembangan
perbankan syariah di Indonesia belum mencapai target yang ideal yang
direncanakan. Untuk itu, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan
institusi-institusi terkait lainnya terus melakukan kerjasama dalam
pengembangan perbankan syariah. Selain itu, beberapa organisasi-organisasi
ekonomi syariah maupun praktisi perbankan syariah, seperti Masyarakat Ekonomi
Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Asosiasi Bank Syariah
Indonesia (ASBISINDO), dan lain-lain terus dilibatkan dalam berbagai
perencanaan pengembangan perbankan syariah agar perkembangan perbankan syariah
ke depan menjadi lebih baik.
Daftar Pustaka
Al
Arif, M. Nur Rianto. (2012). Lembaga Keuangan Syariah. Bandung : CV
Pustaka Setia
Machmud, Amir dan Rukmana. (2010). Bank
Syariah. Jakarta: Erlangga
Antonio,Muhammad Syafi’i. (2001) .Bank
Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press
Syukron, Ali. 2013. Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam.
Volume 3. http// jurnalekonomi.htm.Banyuwangi
[1] Al Arif, M. Nur Rianto. (2012). Lembaga Keuangan Syariah. Bandung
: CV Pustaka Setia. Hlm 101
[3] Antonio,Muhammad Syafi’i. (2001) .Bank Syariah dari Teori ke
Praktik. Jakarta: Gema Insani Press. hlm18
[4] Antonio,Muhammad Syafi’i. (2001) .Bank Syariah dari Teori ke
Praktik. Jakarta: Gema Insani Press. hlm18
semoga blognya bis berkembang, panjang umur, sehat selalu, bermanfaat bagi banyak orang amiin...
BalasHapus