Minggu, 09 Oktober 2016

perkembangan sistem perbankan syariah (kelompok 2)



PERKEMBANGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Makalah
Mata Kuliah : Bank dan Lembaga Keuangan Syariah
Dosen Pengampu : Farida Rahma, S.Pd,. M.Sc
Disusun Oleh :
 
1.                        Ahsan Abdul Wahid             (1520210214)
2.                        Alfina afifatun nisa’              (1520210212)
3.                        Rikha zakiyyah                     (1520210230)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH  / EKONOMI SYARIAH
TAHUN AKADEMIK 2015


BAB 1
PENDAHULUAN

1.       Latar belakang
Perkembangan perbankan islam merupakan fenomena yang menarik bagi kalangan akademik   maupun praktisi dalam dua puluh tahun terakhir. Tak kurang internasional monetary fund (IMF) juga telah melakukan kajian-kajian atas praktik perbankan islam sebagai alternative system keuangan internasional yang memberikan peluang upaya penyempurnaan yang belakangan di rasakan banyak sekali mengalami goncangan dan ketidakstabilan yang menyebabkan krisis keterpurukan ekonomi akibat lebih dominannya sektor financial di banding sektor riil dalam hubungan perekonomian dunia.
  Berdasarkan hal diatas, maka dalam makalah ini kami akan membahas tertang perkembangan system perbankan syariah, sekaligus menganalisis dalam jurnal dinamika perkembangan perbankan syariah.
2.      Rumusan makalah
1.      Apa pengertian perbankan syariah?
2.      Bagaimana perkembangan system perbankan syariah


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian perbankan syariah
Bank adalah lembaga yang melakukan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpana uang, meminjam uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Didalam sejarah perekonomian umat islam, pembiyaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syari’ah telah menjadi bagian tradisi umat islam sejak zaman Rasulullah SAW. Praktik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjam uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu menerima simpanan, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat isla, bahkan sejak zaman Rasulullah.[1]
Menurut UU no 21 thn 2008 perbankan syariah yaitu segala sesuatu yang berkaitan bank syariah dan unit syariah yang mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, hingga proses pelaksanaan kegiatan usahanya.
Bank syariah merupakan bank yang menjalankan aktifitas usahanya dengan menggunakan landasan prinsip-prinsip syariah yang terdiri dari BUS (Bank Umum Syariah), BPRS( Bank Pengkreditan Rakyat Syariah), dan UUS (Unit Usaha syariah)[2].

2.      Awal kelahiran system perbankan syariah
Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaisassance islam modern: neorivevalis dan modernis. Tujuan utama dari pendiri lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-qur’an dan As-sunnah.
Upaya awal penerapan system profit dan loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an yaitu adanya upaya pengelola dana jamaah haji secara nonkonvesional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic rural bank di desa mit ghamr pada tahun 1963 di Kairo, mesir.
Meskipun demikian, dalam perkembangannya, para pengguna  dana bank islam tidak saja membatasi dirinya pada satu akad, yaitu mudharabah saja. Sesuai dengan jenis dan nature usahanya, mereka ada yang memperoleh dana dengan system pengkongsian, system jual beli, sewa menyewa, dan lain-lain. Oleh karena itu, hubungan bank islam dengan nasabahnya menjadi sangat kompleks karena tidak hanya berurusan dengan satu akad, namun dengan berbagai jenis akad.[3]
Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana itu, bank islam tumbuh dengan sangat pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan Internasional Associaton of Islamic Bank, hingga akhir 1999 tercatat lebih dari dua ratus lembaga keuangan islam yang beroperasi di seluruh dunia, baik di Negara-negara berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia maupun Amerika.
1)      Mit Ghamr Bank
Lembaga dengan nama Mit Ghamr Bank binaan prof. Dr. Ahmad Najjar tersebut hanya beroperasi di pedesaan Mesir dan berskala kecil, namun intitusi tersebut mampu menjadi pemicu yang sangat berarti bagi perkembangan system financial dan ekonomi islam.
2)      Islamic Development Bank
Pada siding menteri luar negeri Negara-negara Organisasi Konferensi Islam di Krachi, Pakistan, Desember 1970, mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan bank syariah. Proposal tersebut pada intinya mengusulkan bahwa system keuangan berdasarkan bunga harus dig antikan dengan suatu system kerja sama dengan skema bagi hasil keuntungan maupun kerugian.
Selain hal tersebut, di usulkan pula pembentukan badan-badan khusus yang disebut Badan Investasi dan Pembangunan Negara-negara Islam (Investment and Development Body of Islamic Countries).
Pada sidan Menteri Luar Negeri OKI di Benghazi, Libya, Maret 1973, memutuskan agar OKI mempunyai bidang yang khusus menangani masalah ekonomi dan agar OKI mempunyai bidang yang khusus menangani masalah ekonomi dan keuangan.
Siding Menteri Keuangan OKI di Jeddah 1975, menyetujui rancangan pendirian Bank Pembangunan Islami atau Islamic Development Bank (IDB) dengan modal 2 miliar dinar islam.
IDB mampu memainkan peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan Negara- Negara islam untuk pembangunan. Bank ini memberikan pinjaman bebas buga untuk proyek infrastuktur dan pembiyaan kepada Negara anggota berdasarkan partisispasi modal Negara tersebut. Dana yang tidak dibutuhkan dengan segera digunakan bagi perdagangan luar negeri jangka panjang dengan menggunakan system murabahah dan ijarah
3)      Islamic Research and Training Institute
IDB membantu mendirikan bank-bank islam di berbagai Negara. Untuk pengembangan system ekonomi syariah, intitusi ini membangun sebuah institute riset dan pelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi islam, baik dalam bidang perbankan maupun keuangan secara umum.[4]


DINAMIKA PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
ISSN: 2088-6365
Ali Syukron
STAI Darul Ulum Banyuwangi

Pada dasarnya, entitas bank syariah di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1983 dengan keluarnya Paket Desember 1983 (Pakdes 83) yang berisi sejumlah regulasi di bidang perbankan, dimana salah satunya ada peraturan yang memperbolehkan bank memberikan kredit dengan bunga 0% (zero interest). Baru pada tahun 1991 berdirilah Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank umum satu-satunya yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Namun, eksistensi bank syariah di Indonesia secara formal telah dimulai sejak tahun 1992 dengan diberlakukannya UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Namun, harus diakui bahwa UU tersebut belum memberikan landasan hukum yang cukup kuat terhadap pengembangan bank syariah karena masih belum secara tegas mencantumkan kata-kata “prinsip syariah” dalam kegiatan usahanya hanya menggunakan istilah bank bagi hasil.
Diamandemennya UU No. 7 tahun 1992 yang kemudian melahirkan UU No. 10 tahun 1998 secara eksplisit menetapkan bahwa bank dapat beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Era Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kebijakan hukum perbankan di Indonesia menganut sistem perbankan ganda (dual banking system). Kemudian, pada tahun 1999 disahkan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
 Upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia tidak semata hanya merupakan konsekuensi dari UU No. 10/1998 dan UU No. 23/1999 tetapi juga merupakan bagian dari upaya penyehatan sistem perbankan yang bertujuan meningkatkan daya tahan perekonomian nasional.
Dalam upaya pengembangan perbankan syariah tersebut, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan nasional mulai bergerak maju dengan memperkenalkan instrumen moneter syariah pertama yaitu Sertifikat Wadiah BI (SWBI) di tahun 1999 dan Pasar Uang Antar-bank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS)pada tahun 2000.
Selanjutnya, industri perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang pesat semakin memiliki landasan hukum yang memadai yakni dengan diterbitkannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Kondisi Perbankan Syariah Nasional Terkini
perkembangannya perbankan syariah di Indonesia menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan target yang diinginkan. Dalam statistik perbankan Indonesia per Desember 2014 terdapat tidak kurang 12 Bank Umum Syariah dan 22 Unit Usaha Syariah dari suatu bank konvensional dengan total keseluruhan jaringan kantor 2.151 unit. Selain itu, Total aset bank umum syariah mencapai 272.343 (dalam miliar rupiah). Jumlah ini masih relatif kecil jika dibandingkan dengan total aset perbankan nasional secara umum yang mencapai 5.615.150 (dalam miliar rupiah).
Dengan melihat beberapa aspek dalam penghitungan indeks, seperti jumlah bank syariah, jumlah lembaga keuangan non-bank syariah, maupun ukuran aset keuangan syariah yang memiliki bobot terbesar, dapat dikatakan perkembangan perbankan syariah di Indonesia berjalan di tempat, bahkan belum menunjukkan perkembangan yang signifikan dari tahun-tahun sebelumnya.
Dari tulisan di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum, kebijakan pengembangan perbankan syariah di Indonesia belum mencapai target yang ideal yang direncanakan. Untuk itu, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan institusi-institusi terkait lainnya terus melakukan kerjasama dalam pengembangan perbankan syariah. Selain itu, beberapa organisasi-organisasi ekonomi syariah maupun praktisi perbankan syariah, seperti Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO), dan lain-lain terus dilibatkan dalam berbagai perencanaan pengembangan perbankan syariah agar perkembangan perbankan syariah ke depan menjadi lebih baik.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Bank syariah merupakan bank yang menjalankan aktifitas usahanya dengan menggunakan landasan prinsip-prinsip syariah yang terdiri dari BUS (Bank Umum Syariah), BPRS( Bank Pengkreditan Rakyat Syariah), dan UUS (Unit Usaha syariah)
Upaya awal penerapan system profit dan loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an yaitu adanya upaya pengelola dana jamaah haji secara nonkonvesional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic rural bank di desa mit ghamr pada tahun 1963 di Kairo, mesir.
Dari jurnal di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum, kebijakan pengembangan perbankan syariah di Indonesia belum mencapai target yang ideal yang direncanakan. Untuk itu, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan institusi-institusi terkait lainnya terus melakukan kerjasama dalam pengembangan perbankan syariah. Selain itu, beberapa organisasi-organisasi ekonomi syariah maupun praktisi perbankan syariah, seperti Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO), dan lain-lain terus dilibatkan dalam berbagai perencanaan pengembangan perbankan syariah agar perkembangan perbankan syariah ke depan menjadi lebih baik.

Daftar Pustaka

Al Arif, M. Nur Rianto. (2012). Lembaga Keuangan Syariah. Bandung : CV Pustaka        Setia
Machmud, Amir dan Rukmana. (2010). Bank Syariah. Jakarta: Erlangga
Antonio,Muhammad Syafi’i. (2001) .Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani     Press
Syukron, Ali. 2013. Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam. Volume 3. http//     jurnalekonomi.htm.Banyuwangi


[1] Al Arif, M. Nur Rianto. (2012). Lembaga Keuangan Syariah. Bandung : CV Pustaka Setia. Hlm 101
[2] Machmud, Amir dan Rukmana. (2010). Bank Syariah. Jakarta: Erlangga. Hlm 15
[3] Antonio,Muhammad Syafi’i. (2001) .Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.                hlm18
[4] Antonio,Muhammad Syafi’i. (2001) .Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.                hlm18

1 komentar:

  1. semoga blognya bis berkembang, panjang umur, sehat selalu, bermanfaat bagi banyak orang amiin...

    BalasHapus